Header Ads

Kisah Hijrah Ke Habasyah Yang Kedua



Nabi kembali menganjurkan hijrah ke Habsyah setelah orang orang Quraisy kian meningkatkan intimidasi. Pada awal tahun ketujuh kenabian, delapan puluh tiga laki laki, sebelas perempuan Quraisy, dan tujuh perempuan non Quraisy pun berangkat di bawah pimpinan Ja‘far ibn Abu Thalib. Seperti pada hijrah pertama, kaum muslim disambut dengan baik oleh Raja Najasy. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada Rajab tahun kelima kenabian, beberapa sahabat, di antaranya Utsman ibn Affan, telah hijrah ke sana. Pada saat itu, Nabi pernah mengatakan, “Pergilah ke Habsyah. Rajanya tak pernah berbuat zalim. Tinggal lah di sana agar kalian bebas dari penderitaan seperti yang kalian alami di sini.”




Kemarahan Kaum Quraisy

Orang orang Quraisy murka. Mereka kembali kecolongan. Mereka berkumpul, mencari cara agar kaum muslim bisa dipulangkan ke Makkah. Akhirnya disepakati, orang orang Quraisy akan berunding dengan Raja Najasy dengan mengutus Abdullah ibn Abi Rabiah dan Amr ibn al Ash. Untuk memuluskan perundingan, orang orang Quraisy membawakan berbagai macam barang berharga untuk raja dan para panglima kerajaan. Setiap panglima akan mendapatkan hadiah khusus.

“Serahkan hadiah hadiah itu kepada setiap panglima sebelum kalian bertemu Raja,” pesan orang orang Quraisy itu kepada Abdullah ibn Abi Rabiah dan Amr ibn al Ash. “Dan, ketika bertemu Raja, serahkan hadiah yang telah disiapkan untuknya. Lalu, mintalah agar Sang Raja mau menyerahkan kaum muslim tanpa ia harus menanyakan persetujuan kaum muslim lebih dulu.”



Perundingan Pertama

Abdullah ibn Abi Rabiah dan Amr ibn al Ash berangkat. Kepada setiap panglima yang ditemui, mereka memberikan hadiah khusus dan mengatakan, “Orang orang bodoh Makkah datang ke negeri kalian. Mereka meninggalkan agama kaum Makkah, namun tak juga memeluk agama kalian. Dan, justru membawa agama yang menyimpang. Kami tidak paham agama itu. Tentu kalian juga tidak paham.”

“Tujuan kami ke sini adalah untuk memulangkan mereka ke Makkah. Dan, raja tidak perlu meminta pendapat orang orang bodoh itu lebih dulu. Kami lebih paham tentang mereka.” Abdullah ibn Abi Rabiah dan Amr ibn al Ash lalu bertemu dengan raja dan menyampaikan seperti apa yang mereka katakan kepada para panglima. Raja tampak serius mendengarkan mereka, dan marah! “Aku tetap akan menjamin keamanan orang orang yang datang ke negeriku,” tegas sang raja










Kemudian, raja meminta sahabat muhajirin menghadap kepadanya. Lalu Raja Najasy bertanya

“Agama apa yang kalian peluk sehingga kalian memisahkan diri? Mengapa kalian tidak memeluk agamaku saja? Atau agama yang lain?” tanya raja kepada para sahabat. Ja‘far ibn Abu Thalib berdiri lalu maju ke depan raja. Dengan artikulasi yang jelas dan mantap, Ja‘far menjawab, “Baginda Raja! Dulu, kami adalah kaum jahiliah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan kejahatan, memutus hubungan persaudaraan, tak menghormati tetangga, yang kuat menindas yang lemah …”


Raja Terpukau dengan penjelasan Ja’far. Lalu, Raja bertanya ajaran apa yang diterima oleh Nabi dari Allah

Kemudian, Ja’far dengan gagah berani membacakan Penggalan ayat surah Maryam. Raja Najasy dan para pendeta menyimak dengan saksama. Ayat demi ayat yang dibacakan Ja‘far membuat mereka menangis. Linangan air mata mengalir hingga membasahi jenggot sang raja Habasyah. Seluruh ruangan hening. Raja Najasy menyeka air mata, kemudian berkata, “Agama kalian dan agama yang dibawa Nabi Isa adalah dua pancaran cahaya yang keluar dari lentera yang sama.”

Perundingan Kedua

Esok harinya, Amr mendapatkan izin untuk menemui Raja. Dengan penuh keyakinan, Amr menghadap Raja.

“Baginda Raja yang mulia!” kata Amr memulai rekayasa. “Ja‘far dan kawan kawannya telah mengeluarkan kata kata keji dan benar benar tidak pantas untuk Isa ibn Maryam!”

Lalu Raja Kembali meminta kaum Muslimin untuk menghadap kepadanya.

Para sahabat Muhajirin menemui Raja Najasy. Sang Raja langsung melontarkan pertanyaan, “Apa yang kalian tahu tentang Isa ibn Maryam?”

Ja‘far berdiri lalu menjawab dengan tegas, “Kami mengetahui Isa ibn Maryam seperti yang kami terima dari Nabi kami Isa ibn Maryam adalah hamba Allah, utusan Allah, ruh Allah, dan kalimat Allah yang dititipkan kepada Maryam.”
 

Raja kemudian menundukkan badannya dan memukulkan tangannya ke lantai, lalu memungut tongkat dan mengangkatnya ke atas seraya berkata, “Sungguh, Ja‘far! Jika bukan karena Isa ibn Maryam, pastilah tongkat ini sudah hancur!”





Para panglima yang hadir seketika menundukkan kepala dan saling merapat. Seperti ada penyesalan dalam diri mereka.

Raja Najasy kemudian memandangi para sahabat Muhajirin dan berkata, “Keluarlah! Kalian aman!”

“Orang yang mencaci kalian akan menyesal!” lanjut Raja. Ia mengulang ulang perkataannya itu sampai tiga kali. “Aku tidak akan menyakiti kalian meski mendapat iming iming gunung emas!”

“Sekarang, kembalikan hadiah hadiah itu kepada Abdullah ibn Abi Rabiah dan Amr ibn al Ash! Aku sama sekali tidak butuh semua itu!” kata Raja kepada para penggawa kerajaan. 

No comments

Powered by Blogger.